blog tutorial

IBNU AL- HAYTHAM

Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham, seorang fisikawan yang sebenarnya. ia yang pertama kali menemukan tentang optik yang ter inspirasi cari sebuah bola mata yang mampu membiaskan secercah cahaya. ingin tahu lebih lengkap klik : http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Haitham

IBNU SINA

Abu ‘Ali al-Husayn bin ‘Abdullah bin Sina, seorang dokter moderen, ia dikenal dengan nama avecena dimana bukunya yang berjudul canon of medicine merupakan karya terhebat sepanjang masa. Ingin tahu selengkapnya, klik : http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Sina

IBNU FIRNAS

Abbas Qasim Ibnu Firnas,Orang Barat biasa memanggilnya dengan sebutan Armen Firman. Sejatinya, dia begitu populer sebagai perintis dalam dunia penerbangan. ingin tahu selengkapnya, klik :http://damzone89.wordpress.com/

AL-KHAWARIZMI

Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi. Selain itu beliau dikenali sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff.Beliau telah menciptakan pemakaian Secans dan Tangen dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi. Dalam usia muda beliau bekerja di bawah pemerintahan Khalifah al-Ma’mun ingin tahu selengkapnya, klik :http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-al-khawarizmi.html

DICKY AL-HAYTHAM

Dicky Aliswan Qomarullah, mungkin dia lah yang akan membangkitkan kecemerlangan kaum muslim

Sabtu, 23 April 2011

Ilmuwan Berhasil Melakukan Teleportasi Pada Cahaya


http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2008/01/08/010020p.jpg

Memindahkan obyek dengan teleportasi seperti dalam fiksi ilmiah ruang angkasa ternyata sudah dilakukan ilmuwan meski sebatas memindahkan seberkas cahaya.
Memindahkan obyek dengan teleportasi seperti dalam fiksi ilmiah ruang angkasa ternyata sudah dilakukan ilmuwan meski sebatas memindahkan seberkas cahaya.

http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2008/01/08/010020p.jpg

Teleportasi terkait dengan sifat dua partikel yang dapat disatukan sekalipun terpisah jauh. Kedua partikel dapat berkomunikasi secara instan.

Untuk melakukan teleportasi cahaya, para peneliti yang dipimpin Noriyuki Lee dari Universitas Tokyo menghancurkan partikel di satu tempat dan menciptakan kembali di lokasi lain.

Ini mirip dengan proses teleportasi dalam film Star Trek yang menampakkan alat teleportasi memindai seseorang, atom demi atom, menghancurkan, dan kemudian membangun kembali orang dengan pola sama.

Lee dan tim memindahkan cahaya dengan "mengaitkan" satu paket cahaya dengan separuh partikel lain, kemudian menghancurkan. 
 
Partikel yang tersisa merekam "hubungan" dengan partikel lain tadi, termasuk informasi tentang cahaya sehingga memungkinkan peneliti untuk membangun kembali cahaya dengan konfigurasi persis di tempat lain.
 

Sabtu, 16 April 2011

India 250 Tahun Mendahului “Penemuan” Newton

Ternyata sebuah sekolah kecil sarjana yang terletak di India barat daya telah menemukan prinsip matematika modern beberapa ratus tahun sebelum Newton menyatakan hal tersebut merupakan penemuan barunya. Bener ga si??

Nah katanya Dr George Gheverghese Joseph dari Universitas Manchester, Sekolah Kerala telah mengidentifikasi ‘deret tak hingga’, yaitu salah satu komponen dasar dari kalkulus sekitar tahun 1350. Sementara 'atribut' kalkulus ini baru diperkenalkan Pak Newton dalam bukunya bersama Pak Gottfried Leibnitz pada akhir abad 17.

Trus tim dari universitas Manchester dan Exerter juga menguak keberhasilan sekolah Kerala yang telah menngungkapkan deret Pi dan menggunakannya untuk menghitung Pi sampai 9, 10, dan bahkan hingga 17 angka dibelakang koma.

Selain itu ada bukti yang secara ga langsung menyatakan bahwa orang India mengajarkan pengetahuan matematika mereka ke misionaris Jesuit yang mengunjungi India pada abad 15. Nah pengetahuan ini menurut mereka yang akhirnya sampai ke Newton.

Kemudian ketika membaca-baca beberapa paper India, Dr. Joseph juga membuka rahasia yang kemudian ia publikasikan melalui bukunya yang berjudul “ The Crest of the Peacock: the Non-European Roots of Mathematics” edisi ketiga yang menjadi buku terlaris yang diterbitkan oleh Princeton University Press.

Beliau mengatakan: “Awal dari matematika moderen biasanya terlihat sebagai pencapaian orang Eropa namun penemuan di India tengah antara abad 14 dan 16 sering kali diabaikan atau dilupakan.”

“Kecermelangan perkerjaan Pak Newton pada akhir abad 17 tidak menyusut, terutama ketika pekerjaan tersebut berkaitan dengan algoritma kalkulus.Tapi nama lain dari sekolah Kerala, khususnya Madhava dan Nilakantha, saling bahu-membahu menemukan komponen hebat lainnya dari kalkulus yaitu deret tak hingga.”

“Ada banyak alasan kenapa kontribusi sekolah Kerala tidak diakui. Alasan utamanya adalah ide yang keluar dari ilmuan dari dunia Non-Eropa tidak diakui atau diabaikan disebabkan oleh warisan dari kolonialisme Eropa dan dari luar lainnya.”

“Namun ada sedikit informasi mengenai bahasa lokal Kerala zaman dulu, Malayalam. Beberapa teks kemudian berkembang di masa depan, seperti Yuktibhasa, dimana beberapa dokumentasi matematika yang luar biasa ditulis.”

Dr. Joseph juga menambahkan: "Untuk beberapa pertimbangan yang tak dapat diduga, standar bukti yang diperlukan untuk mengakui penyebaran pengetahuan dari Timur ke Barat lebih besar dibanding standar bukti yang diperlukan oleh penyebaran pengetahuan dari Barat ke Timur. Lagi pula pasti sulit membayangkan bahwa negara barat tertinggal 500 tahun dan sebagai pengimporan pengetahuan buku dari India dan dunia Islam.”

Baghdad Battery (Baterai Kuno)




Baghdad Battery merupakan salah satu artifak kuno yang paling membingungkan para ilmuwan maupun arkeolog. Pada tahun 1930 silam ,pada sebidang makam kuno di luar Bagdad (Khujut Rabula), beberapa arkeolog yang melakukan penggalian disana menemukan sebuah artifak yang diduga merupakan satu set baterai kimia yang usianya telah mencapai 2000 tahun lebih.

Arifak aneh tersebut terdiri atas sebuah silinder tembaga, batang besi serta aspal yang disusun sedemikian rupa dalam sebuah jambangan kecil (tinggi 14 cm, diameter 8 cm) yang terbuat dari tanah liat. Setelah para ahli merekaulang memang benar didapati bahwa artifak tsb merupakan sebuah baterai elektrik kuno.

Para peneliti berhasil memperoleh 1.5 voltmeter dari artifak batu baterai elektrik tsb, yang bekerja nonstop selama 18 hari dengan cara memasukkan cairan asam kedalam jambangannya.


Usia artifak baterai kuno ini diperkirakan berkisar 2.000 - 5.000 tahun, jauh sebelum Alessandro Volta (Italia) membuat baterai pertama kali pada tahun 1800 serta Michael Faraday (Inggris) menemukan induksi elektromagnetik dan hukum elektrolisis pada 1831 yang jarak penemuannya hingga kini mencapai sekitar 200 tahun lebih.

Temuan ini tentunya dapat merubah pandangan manusia masa kini akan kemajuan teknologi yang telah dicapai oleh peradaban manusia masa lalu. Nampaknya, aktifitas elektrik telah dikenal oleh manusia pada masa-masa itu. Tidak hanya bagdad battery saja yang menarik perhatian para ilmuan maupun arkeolog di seluruh dunia, namun terdapat beberapa artifak serupa yang diduga juga sebagai peralatan elektrik masa silam, seperti Dendeera Lamps, Assyrian Seal, maupun The coffin of Henettawy. Sebenarnya Dendeera lamps ini merupakan sebuah relief disebuah temple di Mesir yang menggambarkan seorang Pharaoh sedang menggenggam sebuah benda mirip dengan bola lampu lengkap dengan penggambaran kabel beserta catu dayanya.

Islam, Sains dan Teknologi

Di antara hal yang di anggap modern di era ini adalah sains dan teknologi. Sains dan teknologi mengalami perkembangan yang begitu pesat bagi kehidupan manusia. Dalam setiap waktu para ahli dan ilmuwan terus mengkaji dan meneliti sains dan teknologi sebagai penemuan yang paling canggih dan modern. Keduanya sudah menjadi simbol kemajuan dan kemodernan pada abad ini. Oleh karena itu, apabila ada suatu bangsa atau negara yang tidak mengikuti perkembangan sains dan teknologi, maka bangsa atau negara itu dapat dikatakan negara yang tidak maju dan terbelakang.
Kembali ke topik Islam terkait dengan masalah sains dan teknologi. Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat mendukung umatnya untuk me-research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini Allah anugerahkan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Isra: 1-5)
Menurut seorang pakar tafsir kontemmporer asal Indonesia, Prof. Dr. Quraisy Syihab, ‘iqra’ terambil dari kata menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.[1] Dalam ayat yang lain, Allah SWT memuji kepada hambanya yang memikirkan penciptaan langit dan bumi. Bahkan banyak pula ayat-ayat al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk meneliti dan memperhatikan alam semesta.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Al-Imran: 190-191)
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (QS. Asy-Syu’ara: 7)
Katakanlah: “Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman”. (QS. Yunus: 101)
Ayat-ayat di atas adalah sebuah support yang Allah berikan kepada hambanya untuk terus menggali dan memperhatikan apa-apa yang ada di alam semesta ini. Makanya seorang ahli sains Barat, Maurice Bucaile, setelah ia melakukan penelitian terhadap al-Qur’an dan Bibel dari sudut pandang sains modern. Ia mengatakan:
“Saya menyelidiki keserasian teks Qur’an dengan sains modern secara obyektif dan tanpa prasangka. Mula-mula saya mengerti, dengan membaca terjemahan, bahwa Qur’an menyebutkan bermacam-macam fenomena alamiah, tetapi dengan membaca terjemahan itu saya hanya memperoleh pengetahuan yang sama (ringkas). Dengan membaca teks arab secara teliti sekali saya dapat mengadakan inventarisasi yang membuktikan bahwa Qur’an tidak mengandung sesuatu pernyataan yang dapat dikritik dari segi pandangan ilmiah di zaman modern.”[2]
Jika sains dan teknologi ini ditelusuri kembali ke masa-masa pertumbuhannya, hal itu tidak lepas dari sumbangsih para ilmuwan muslim. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa asal-usul sains modern atau revolusi ilmiah berasal dari peradaban Islam. Memang sebuah fakta, umat Islam adalah pionir sains modern. Jikalau mereka tidak berperang di antara sesama mereka, dan jika tentara kristen tidak mengusirnya dari Spanyol, dan jika orang-orang Mongol tidak menyerang dan merusak bagian-bagian dari negeri-negeri Islam pada abad ke-13, mereka akan mampu menciptakan seorang Descartes, seorang Gassendi, seorang Hume, seorang Cupernicus, dan seorang Tycho Brahe, karena kita telah menemukan bibit-bibit filsafat mekanika, emperisisme, elemen-elemen utama dalam heliosentrisme dan instrumen-instrumen Tycho Brahe dalam karya-karya al-Ghazali, Ibn al-Shatir, para astronom pada observatorium margha dan karya-karya Takiyudin.[3]
Peradaban Islam pernah memiliki khazanah ilmu yang sangat luas dan menghasilkan para ilmuwan yang begitu luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan ini ternyata jika kita baca, mempunyai keahlian dalam berbagai bidang. Sebut saja Ibnu Sina. Dalam umurnya yang sangat muda, dia telah berhasil menguasai berbagai ilmu kedokteran. Mognum opusnya al-Qanun fi al-Thib menjadi sumber rujukan primer di berbagai universitas Barat.
Selain Ibnu Sina, al-Ghazali juga bisa dibilang ilmuwan yang refresentatif untuk kita sebut di sini. Dia teolog, filosof, dan sufi. Selain itu, dia juga terkenal sebagai orang yang menganjurkan ijtihad kepada orang yang mampu melakukan itu. Dia juga ahli fiqih. Al-Mushtasfa adalah bukti keahliannya dalam bidang ushul fiqih. Tidak hanya itu, al-Ghazali juga ternyata mempunyai paradigma yang begitu modern. Dia pernah mempunyai proyek untuk menggabungkan, tidak mendikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Baginya, kedua jenis ilmu tersebut sama-sama wajib dipelajari oleh umat Islam.
Selain para ilmuwan di atas, Ibnu Rusyd layak kita sebut di sini. Dia filosof ulung, teolog dan menguasai kedokteran. Bahkan dia juga bisa disebut sebagai faqih. Kapabalitasnya dalam bidang fiqih dibuktikan dengan karya tulisnya Bidayah al-Mujtahid. Filosof ini juga menjadi inspirasi gerakan-gerakan di Barat. Tidak sedikit ideologinya yang diadopsi oleh orang Barat sehingga bisa maju seperti sekarang.
Ilmuwan lainnya seperti Fakhruddin al-Razi, selain seorang teolog, filosof, ahli tafsir, dia juga seorang yang menguasai kedokteran. Al-Khawarizmi, Matematikawan dan seorang ulama. Dan masih banyak lagi para ulama sekaligus ilmuwan yang dihasilkan dari Peradaban Islam. Semua itu menunjukkan, bahwa suatu peradaban bisa maju dan unggul, meskipun tetap dilandasi oleh agama dan kepercayaan terhadap Tuhan (Allah SWT).
Adapun kondisi umat Islam sekarang yang mengalami kemunduran dalam bidang sains dan teknologi adalah disebabkan oleh berbagai hal. Sains Islam mulai terlihat kemunduran yang signifikan adalah selepas tahun 1800 disebabkan faktor eksternal seperti pengaruh penjajahan yang dengan sengaja menghancurkan sistem ekonomi lokal yang menyokong kegiatan sains dan industri lokal. Contohnya seperti apa yang terjadi di Bengali, India, saat sistem kerajinan industri dan kerajinan lokal dihancurkan demi mensukseskan ‘revolusi industri” di Inggris.
Sains dan teknologi adalah simbol kemodernan. Akan tetapi, tidak hanya karena modern, kemudian kita mengabaikan agama sebagaimana yang terjadi di Barat dengan ideologi sekularisme. Karena sains dan teknologi tidak akan pernah bertentangan dengan ajaran Islam yang relevan di setiap



Oleh :http://eful.dagdigdug.com/2008/07/13/islam-sains-dan-teknologi/

Superkonduktor Merupakan Organik yang Sederhana

Superkonduktor Merupakan Organik yang SederhanaSUPER KRISTAL Metal yang disuntikkan dari molekul dapat mensuperkonduksikan.
Penemuan suatu superkonduktor hidrokarbon baru bertemperatur tinggiBottom of Form
, berdasarkan pada subunit graphene, menunjukkan kelas baru pertama kali dari superkonduktor organis lebih dari beberapa dekade dan membawa potensi bagi para peneliti untuk mengembangkan variasi molekular yang tidak terhingga. Hal ini juga membantu mengarahkan bidang fisika yang mendiominasi terhadapa superkonduktifitas pada arah bidang ilmu kimiawi.
Sebuat tim dari Jepang yang dipimpin oleh Yoshihiro Kubozono, seorang profesor ilmu kimia dan ilmu pengetahuan permukaan pada Okayama University, melaporkan bahwa kristal molekul picene planar—yang tersusun dari lima benzene terfusi—mensuperkonduksikan pada suhu 18 K saat disuntikan dengan atom potassium atau rubidium (Nature 2009, 464, 76).
Meskipun suhu tersebut sangat relatif dingin sekali dibandingkan dengan suhu lebih dari 100 K mensuperkonduksikan temperatur (Tc) dari beberapa superkonduktor keramik, namun hal ini sebanding dengan Tc dari superkonduktor organis lainnya seperti potassium yang disuntikkan buckminsterfullerene (38 K) dan kalsium yang ter-interkalasikan dengan graphite (11 K).
Para ilmuwan melanjutkan untuk mencari superkonduktor baru bertemperatur tinggi karena mereka pikir akan menjadi bahan ideal nantinya bagi motor listrik yang efisien dan penyimpanan tenaga serta sistem distribusinya.
Dikarenakan superkonduktor bertemperatur tinggi dimulai dengan munculnya di laboratorium pada tahun 1980an, daftarnya telah meluas dari bahan perunggu oksida pertama kalinya hingga meliputi seperti persenyawaan magnesium diborida dan juga beberapa molekul organis. Sebagaimana picene yang dianggap sebagai suatu fragmen dari bahan karbon graphene berkawat kandang ayam, Kubozono menjelaskan, alkali yang disuntikkan superkonduktor acene sdapat saja menjadi suatu kelurga besar.
“Picene bukanlah molekul spesial, namun sangat umum sekali,” kata Kubozono. “Lebih lanjut kita mengharapkan adanya superkonduktor acene baru.”
Menurut beberapa teori mengenai superkonduktifitas, dengan menurunkan beberapa temperatur bahannya akan menghasilkan apa yang disebut dengan elektro pasangan Perunggu yang mengatasi repulsi mutual mereka dan selanjutnya dapat mengalir melalui bahan yang segera terjadi. Bahan organis yang mensuperkonduksikan umumnya berdasarkan pada persenyawaan aromatik, yang memiliki sistem π orbitals. Beberapa elektron mendonasikan kepada π orbital dari atom metal alkali dapat mensuperkonduksikan, dibawah kondisi tertentu.
Penulisnya beralasan bahwa dikarenakan picene menyerupai segmen dua dimensional dari graphite, hal ini kemungkinan juga mensuperkonduksikan saat disuntik. Kedua hal ini dilakukan di Inggris, sebagaimana apa yang dikatakan profesor bahan kimiawi yaitu Matthew J. Rosseinsky pada University of Liverpool dan Kosmas Prassides pada Durham University dalam sebuah pandangan mengenai laporan ini bahwa “hal ini merupakan contoh pertama kalinya dari superkonduktor molekular dimana komponen organisnya berisi hanya atom karbon dan hidrogen.”
Meskipun kemiripan picene terhadap graphite, elektronisnya menyerupai beberapa metal superkonduksi yang disuntik fullerenes, catat mereka. Meskipun elektronis tersebut adalah buktinya, mekanisme superkonduksi picene belumlah sepenuhnya menjelaskan apa-apa, laporan dari tim Kubozono. Namun hal yang penting dari struktur picene adalah menyoroti  pada saat dibandingkan dengan molekul pentacene, yang mana bersifat isomeric dengan picene, namun bergaris lurus: Metal alkali  yang terinterkalasikan dengan beberapa molekul pentacene tidaklah mensuperkonduksikan.
“Saya pikir perbedaan yang saling berbenturan ini adalah sangat menarik dan menyarankan sebuah petunjuk dalam memahami  asal muasal superkonduktifitas pada sistem hidrokarbon aromatik terinterkalasi,” kata profesor Hideo Hosono dari Tokyo Institute of Technology, yang baru-baru ini laboratoriumnya menemukan sebuah keluarga dari superkonduktor besi arsenida (C&EN, Oct. 20, 2008, page 15).
Laboratorium Kubozono sekarang ini sedang mencari yang berkenaan dengan superkonduktor dengan menginterkalasikan atom metal kedalam acene lainnya.
Hosono menjelaskan bahwa banyak sekali pemain pada penelitian superkonduktifitas baru-baru ini memiliki latar belakang ilmu kimiawi. Banyak sekali dari penemuan superkonduksi di laboratoriumnya dilaporkan pertama kalinya pada jurnal ilmu kimiawi seperti Journal of the American Chemical Society.
“Penelitian material pada superkonduktor secara luas telah kilakukan [pada bidang] bahan fisika terkondensasi,” kata Hosono. “Bagaimanapun juga, Saya merasa peranan ilmu kimiawi sangatlah cepat berkembang dalam mengeksplorasi superkonduktor baru.”



Oleh : http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_fisika/superkonduktor-merupakan-organik-yang-sederhana/

Cold Fusion, Antara Imajinasi dan Kenyataan

Pada tahun 1989, dunia seakan dibuat terkejut saat Pons-Feischmann melaporkan penemuannya yang sangat kontroversial, yang kemudian disebut dengan apa yang dikenal sebagai ‘cold fusion’. Hal ini cukup beralasan, sebab apabila ini memang benar terjadi, maka batasan perhitungan termodinamika klasik yang selama ini menjadi pegangan para ahli dan ilmuwan telah berhasil dilampai dan akan menjadi suatu lompatan besar di dalam dunia ilmu reaksi nuklir dan fusi.
Pada saat itu, Pons-Feischman melaporkan adanya kelebihan (excess) energi panas pada proses rekasi elektrolisa air berat deuterium pada sel palladium (Pd). Produksi panas yang melebihi perhitungan ini di-klaim sebagai hasil reaksi nuklir fusi. Efek yang ditimbulkan dari laporan ini benar-benar berdampak besar. Dana puluhan milyar dollar amerika pun langsung dikucurkan baik oleh lembaga pemerintah maupun lembaga riset untuk melakukan pernelitian lanjutan tentang masalah ini.
Bantahan dan dukungan tentang hasil penelitian ini pun muncul secara bersamaan. Tak heran jika dalam Americal Physical Society meeting 1989 menjadi ajang ‘pertarungan’ para ahli untuk memperdebatkan masalah ini. Banyak yang menyatakan bahwa fenomena reaksi nuklir fusi hanyalah khayalan dan bentuk dari kesalahan analisis dari hasil percobaan. Dilain pihak, sedikitnya 10 negara telah berhasil memperoleh energi ‘asing’ seperti apa yang dilaporkan Pons-Feischman dalam berbagai penelitian yang mirip1.

Cold fusion?

‘Cold fusion’ diturunkan dari dua kata: cold (dingin) dan fusion (menyatu). Jadi proses cold fusion adalah proses bersatu atau bergabungnya senyawa-senyawa kimia ringan (nukleida) menjadi suatu yang lebih berat yang menghasilkan panas sebagai produk reaksi. Satu hal yang membedakan antara cold fusion dan reaksi nuklir fusi lainnya ada lah temperatur reaksi yang jauh lebih rendah. Temperatur menjadi variable yang sangat penting untuk keberlangsungan reaksi fusi. Dalam proses ionisasi (plasma) reaktan (biasanya berupa nukleida isotop hidrogen, seperti: deuterium (2D) dan tritium (3T)), dihasilkan nukleida-nukleida yang bermuatan sama sehingga cenderung bertolakan satu dengan yang lainnya, yang dikenal sebagai gaya tolak Coulomb. Pada jarak yang sangat dekat, nilai gaya tolak ini bias mencapai puluhan ribu kilo Newton. Untuk memberikan energi yang cukup yang dapat melampuai batasan gaya tolak Coulomb sehingga nukelida bisa saling bertumbukan, biasanya dilakukan pemanasan hingga mencapai temperatur 108 Kelvin (bayangkan suhu matahari yang ‘hanya’ 106 K). Jadi umumnya reaksi fusi dikenal sebagai ‘hot fusion’ atau ‘thermal fusion’.
Fenomena yang menyimpang yaitu reaksi fusi pada temperatur rendah (mendekati suhu ruang) inilah yang menjadi bahan perdebatan. Banyak yang tidak mempercayai hasil penelitian dari Pons-Feischman dan menganggap peristiwa ini sebagai ‘kesalahan’ belaka.

Pons-Feischman phenomena2

Lalu apakah yang mendasari Pons-Feischman sehingga berani melaporkan sesuatu yang berbau ‘kontroversial’. Ini tak lain dan tak bukan, dikarenakan hasil penelitiannya yang tidak sesuai dengan kalkulasi teoritis. Pons-Feischman melakukan eksperimen dengan mencelupkan batang paladium (Pd) ke dalam deuterium (D2O) atau dikenal pula sebagai air berat. Keseimbangan panas reaksi diukur dengan menggunakan kalorimeri. Dengan menggunakan prinsip sel elektrokimia yang terhubung sebuah baterai, jumlah energi yang tersuplai pada system dapat dihitung. Sebagai contoh, apabila nilai arus diasumsikan sebesar 0.1 ampere dan tegangan 12 V, maka akan diperoleh nilai hambatan (R) sebesar 120 ohm. Pada kondisi ini, elektroda akan menerima energi sebesar 0.1´12´120 atau 72 joule. Sebagian besar dari energi yang diterima, akan digunakan untuk memecah molekul deuterium (menjadi hidrogen dan oksigen) dan sisanya di ubah menjadi panas. Dengan kata lain, laju panas yang dihasilkan seharusnya kurang dari 72 joule. Tetapi Pons-Fleischmann memperolah hasil yang sebaliknya. Jumlah panas ternyata tidak lebih kecil dari 72 joule malahan jauh diatas (mencapai 20 kali) nilai energi masuk. Lalu apakah yang terjadi?
Banyak penjelasan yang disampaikan untuk menjelaskan fenomena ini. Hal ini dikarenakan Pons-Feischman sendiri meyakini adanya reaksi nuklir fusi tanpa bukti yang kuat.
Prof. Clarke dalam bukunya ‘Profiles of the Future’, menyatakan bahwa kemungkinan adanya nuklir fusi itu masuk akal dengan memunculkan istilah nuklir katalis sebagai jawaban tentang batasan tolakan Coulomb3. Tetapi tidak dijelaskan senyawa apakah yang bertindak sebagai katalis dalam peristiwa ini. Prinsip nuklir katalis diyakini terjadi pada proses fusi matahari, dimana karbon dan nitrogen memegang peran sebagai senyawa aktif-nya (catalytic site). Tidak juga paladium (Pd) yang bertindak sebagai elektroda dan di dalam dunia reaksi kimia dikenal sebagai bahan katalis, sebab ketika diganti dengan nikel (Ni) yang dikenal pula sebagai logam katalis, fenomena diatas tidak terjadi.
Pengukuran emisi partikel yang dihasilkan boleh dikatakan menjadi jalan yang terbaik untuk membuktikan kebenaran terjadinya reaksi nuklir fusi, karena saat itu, para ilmuwan hanya memperhitungkan faktor perhitungan energi panas saja.
Reaksi-reaksi nuklir fusi yang sangat mungkin terjadi pada fasa ini adalah:

No.         Reaksi                                                            Energi yang dilepaskan (MeV)
1.           2D + 2D à 3T + p                                             4.03
2.           2D + 2D à 3He + n                                           3.27
3.           2D + 2D Ã  4He + g                                             23.85
4.           2D + 2T Ã  4He + n                                             17.59
5.           p + 2D Ã  3He + g                                                             5.49
6.           p + 3T Ã  4He + g                                                             19.81
Reaksi 1 dan 2 disebut-sebut sebagai reaksi yang ber-‘tanggung jawab’ atas terjadinya peningkatan energi panas yang ada. Banyak tanggapan yang diberikan berkenaan dengan keberlangsungan reaksi. Dr. Michael McKubre dalam laporannya kepada departemen energi USA, memaparkan adanya anomali (keanehan) adanya phenomena baru fisik yang memungkinkan adanya reaksi fusi: 2D + 2D à 4He + 23.85, meski dari pengukuran emisi, intensitas 4He sangatlah kecil. Reaksi ke-3 merupakan reaksi fusi yang umum berlangsung pada proses fusi panas (thermal fusion), dimana dihasilkan partikel 4He dan pancaran sinar gamma (g). Berseberangan dengan pendapat diatas dan bertitik tolak dari rendahnya intensitas sinar g yang dihasilkan, muncullah konsep reaksi baru. Reaksi yang berlangsung bukanlah DD reaction (2D+2D), melainkan HD reaction (2H+2D), dimana ini terjadi karena larutan D2O terkontaminasi oleh H2O. Pada HD reaction, reaksi tidak menghasilkan sinar g, dan kelebihan panas yang dihasilkan pun sangat kecil, tidaklah sebesar yang diperkiran semula.
Dua hasil yang sangat berbeda diperoleh dari penelitian Claytor4 dan Storms5. Jika Claytor melaporkan bahwa senyawa tritium berhasil diproduksi pada system Pd-D tegangan rendah, maka Storms melapokan hal sebaliknya. Lebih dari 250 sel elektrolit paladium dari berbagai jenis sumber dan lokasi telah dicoba, tetapi hanya 13 sel yang memproduksi tritium. Itupun dengan konsentrasi yang tidak signifikan untuk dikatakan bahwa telah terjadi reaksi fusi tersebut.

Reaksi Fusi dingin

Hingga saat ini, telah dikenal beberapa jenis reaksi fusi dingin, seperti:
1. Fusi berkatalis muon. Konsep reaksi fusi ini diperkenalkan oleh Steven Jones sekitar tahun 1980. Proses reaksi berlangsung via pembentukan muons (bermuatan sama dengan elektron tetapi memiliki massa 207´ lebih berat). Dimana muon inilah yang  merupakan wujud energi hasil reaksi. Karena waktu hidup muon yang sangat singkat, maka hampir tidak mungkin untuk mendapatkan energi tersimpan dari proses ini.
2. The Farnsworth-Hirsch Fusor dikenal pula sebagai bentuk mikroskpis dari fusi panas. Dalam proses fusi, dilakukan akselerasi nukleida-nukleida reaktan sehingga berakibat naiknya temperature partikel, tetapi masih jauh dibawah temperatur fusi panas. Proses ini merupakan proses fusi yang murah, tetapi produksi panas yang dihasilkan tidaklah stabil.
3. Fusi Antimatter-initialized. Reaksi fusi pada proses ini akan diawali dengan ledakan kecil dan ledakan ini akan dikuatkan hingga mampu untuk memulai proses tumbukan partikel. Mahalnya dan kompleksnya peralatan pendukung menyebabkan proses ini tidak lagi dilirik sebagain sesuatu yang menjanjikan untuk dikembangkan.
Terlepas dari pro dan kontra, tidak ditutupi bahwa penelitian Pons-Feischmann memiliki keunggulan dibandingkan dengan proses reaksi fusi sejenis sebelumnya baik dari segi instrumentasi maupun teknis. Proses fusi panas masih terlalu berisiko untuk dilaksanakan selain juga menghabiskan biaya yang mahal. Tidak heran jika banyak ilmuwan menyatakan ketertarikannya untuk meneliti proses ini lebih lanjut. Bisa anda bayangkan, jikalau benar, maka kita akan bisa bepergian sejauh 100.000 mil hanya dengan berbekal 1 tangki air!! Tak hanya itu, para ilmuwanpun akan juga turut dibuat pusing. Francis F. Chen, pengarang buku proses fusi yang paling populer: Introduction to Plasma Physics and Controlled Fusion, mengatakan bahwa ia harus merevisi paling sedikit dua bab dalam bukunya jika fenomena Pons-Feischmann ini benar-benar terjadi.



Oleh : http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_fisika/cold-fusion-antara-imajinasi-dan-kenyataan/

Rabu, 13 April 2011

RADIASI LATAR KOSMOS

 Di tahun 1965, dua peneliti, Arno Penzias dan Robert Wilson, secara kebetulan menemukan gelombang-gelombang ini. Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi kosmos’, tampaknya tidak dipancarkan dari sumber tertentu, tetapi merembesi seluruh ruang angkasa. Jadi, panas gelombang yang diradiasikan secara merata dari sekeliling ruang angkasa itu tertinggal sisanya dari tahap awal Ledakan Dahsyat. Penzias dan Wilson mendapat penghargaan Nobel atas penemuan ini.  Di  tahun 1989, NASA mengirim Satelit Cosmic Background Explorer (COBE) ke ruang angkasa untuk meneliti radiasi latar kosmos. Hanya membutuhkan delapan menit, scanner-scanner salelit  ini menguatkan pengukuran dari Penzias dan Wilson. COBE telah menemukan sisa dari Ledakan Dahsyat yang terjadi pada awal-mula alam semesta.  Karena dianggap sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, kesimpulan ini secara eksplisit membuktikan teori Ledakan Dahsyat. Dari ruang angkasa dikirim temuan dari satelit COBE 2 setelah satelit COBE menjelaskan perhitungannya dengan cermat berdasarkan teori Ledakan Dahsyat itu. Sebuah  bukti  lain  yang  penting  untuk  Ledakan Dahsyat  itu  ialah  jumlah hidrogen dan  helium  di ruang angkasa. Dalam hitungan terakhir, konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta sesuai dengan perhitungan konsentrasi hidrogen-helium yang merupakan sisa dari  Ledakan Dahsyat itu. Jika alam  semesta  tidak  mempunyai permulaan dan jika alam semesta ada karena keabadian ada, maka unsur hidrogennya sepenuhnya telah digunakan dan diubah ke helium. Semua bukti ini menyebabkan teori Ledakan Dahsyat diterima oleh para ilmuwan. Model ledakan dahsyat itu merupakan bagian terakhir yang dicapai oleh ilmu pengetahuan berkenaan dengan terbentuknya dan dimulainya alam semesta. Dengan mempertahankan teori keadaan-tetap yang juga sejalan dengan gagasan Fred Hoyle selama bertahun-tahun, Dennis Sciama menguraikan pandangan akhir yang mereka capai setelah terungkapnya semua bukti tentang teori Ledakan Dahsyat. Sciama menyatakan bahwa ia turut mengambil bagian dalam perdebatan sengit antara yang mempertahankan teori keadaan-tetap dan yang menolaknya. Ia mencetuskan bahwa ia membela teori keadaan-tetap, bukan karena menganggapnya sahih, melainkan karena menghendakinya sahih. Fred Hoyle bergeming terhadap semua keberatan ketika bukti-bukti terhadap teori ini mulai terbuka. Sciama sendiri mula-mula sejalan dengan Hoyle tetapi kemudian, karena bukti-bukti mulai semakin tampak dan menumpuk, ia menerima bahwa permainan telah berakhir dan bahwa teori keadaan-tetap harus ditolak.3   Prof. George Abel dari Universitas California menyatakan juga bahwa bukti mutaakhir yang tersedia menunjukkan bahwa alam semesta dimulai milyaran tahun silam dengan Ledakan Dahsyat. Ia mengakui tidak ada pilihan lain kecuali menerima teori Ledakan Dahsyat itu. Dengan diterimanya teori Ledakan Dahsyat, konsep  ‘zat kekal’ yang merupakan dasar filosofi materialisme terlempar jauh ke dalam tumpukan sampah sejarah. Lantas, apa yang terjadi sebelum Ledakan Dahsyat dan kekuatan apa yang menyebabkan alam semesta ‘ada’ dengan melalui adanya ledakan dahsyat itu ketika alam semesta ‘tidak ada’? Pertanyaan ini tentunya  menyiratkan, menurut kata-kata Arthur Eddington, fakta yang ‘secara filosofis kurang menyenangkan’, yaitu adanya Sang Pencipta. Filosof ateis masyhur Antony Flew berkomentar perihal ini: Pengakuan itu baik bagi rohani. Karena  itu,  saya akan mengawalinya dengan mengakui bahwa kaum ateis itu harus malu dengan konsensus mengenai kosmologi saat ini. Untuk itu, para kosmolog perlu memberi bukti ilmiah tentang apa yang St. Thomas nyatakan tidak terbukti menurut filsafat, yaitu bahwa alam semesta memiliki suatu awal. Jadi, selama alam semesta dianggap ada bukan hanya tanpa akhir melainkan juga tanpa permulaan, akan mudah dikemukakan opini bahwa keberadaan tampilannya, dan apa pun yang pada temuannya menjadi ciri atau sifat yang paling mendasar, sepatutnya diterima sebagai penjelasan akhir. Meskipun saya yakin bahwa teori keadaan-tetap masih benar, mempertahankannya dalam menghadapi teori Ledakan Dahsyat tentunya tidak mudah dan tidak menyamankan.4 Sebagian ilmuwan yang tidak mengkondisikan mereka sendiri untuk menjadi ateis telah mengakui adanya peranan Pencipta Yang Maha Kuasa dalam menciptakan alam semesta. Sang Pencipta ini pasti merupakan sesuatu Yang telah menciptakan baik zat (materi) maupun waktu, tetapi Yang tidak terpengaruh oleh keduanya. Astrofisikawan terkenal Hugh Ross mengakui hal ini dengan menuturkan: Jika permulaan waktu bersamaan dengan awal keberadaan alam semesta, seperti teorema-angkasa jelaskan, maka penyebab alam semesta harus merupakan kesatuan yang berfungsi dalam suatu dimensi waktu yang sepenuhnya terpisah dan sudah ada sebelumnya terhadap dimensi waktu kosmos. Kesimpulan ini sangat penting untuk pemahaman kita tentang Siapa Tuhan dan Siapa atau Apa yang bukan Tuhan. Tuhan bukan alam semesta sendiri, dan tidak terkandung dalam alam semesta.5 Zat dan waktu diciptakan oleh Tuhan Yang Mahakuasa yang tidak bergantung pada semua pernyataan ini. Sang Pencipta ini ialah Allah, Yang merupakan Pemilik atau Penguasa langit dan bumi.

Kebodohan Profesor yang Menganggap Agama Sebuah Mitos Terjawab Sudah

Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan? Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswa nya dengan pertanyaan ini.

"Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya".

"Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi.

"Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab,
"Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut.

Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?"

"Tentu saja," jawab si Profesor

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Apakah kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab,
"Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas."


Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?"

Profesor itu menjawab, "Tentu saja gelap itu ada."

Mahasiswa itu menjawab,
"Sekali lagi anda salah, Pak.Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak."

"Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna."

"Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"

Dengan bimbang professor itu menjawab,
"Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab,

"Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan."

"Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak hadirnya Tuhan di hati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."

Profesor itu terdiam.

Dan mahasiswa itu adalah,

Albert Einstein: Bagaimana Saya Membangun Teori Relativitas

 Albert Einstein  Pengantar:  Siapa yang tidak kenal formulasi Einstein E = m c2 atau paradoks si kembar yang mendapati saudara kembarnya sudah jauh lebih tua setelah ia melakukan perjalanan dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya? Namun tidak semua orang tahu kalau “keajaiban” tersebut hanyalah bagian kecil dari teori relativitas Einstein, serta bagaimana sebenarnya Einstein mendapatkan teori relativitas tersebut.  Pada tanggal 14 Desember 1922 Albert Einstein menyampaikan kuliah umum di depan mahasiswa Kyoto Imperial University tentang ide-ide yang melatar-belakangi lahirnya teori relativitas khusus dan umum. Kuliah ini merupakan bagian dari lawatan Einstein ke Jepang selama 43 hari di penghujung tahun 1922 bersama istrinya Elsa. Lawatan ini cukup unik, karena inilah satu-satunya lawatan Eistein ke Asia. Selama kunjungan tersebut, Einstein memiliki jadwal yang sangat ketat, ia harus memberikan kuliah untuk para profesional (fisikawan) serta publik umum.  Tahun berikutnya, catatan kuliah ini diterbitkan oleh sebuah majalah bulanan Jepang yang bernama Kaizo. Prof. Masahiro Morikawa dari Ochanomizu University menerjemahkan artikel tersebut ke dalam bahasa Inggris dalam buletin Asosiasi Himpunan Fisikawan Asia Pasifik yang terbit bulan April lalu. Seperti keyakinan Prof. Morikawa, saya pun sependapat bahwa artikel ini selayaknya diketahui masyarakat. Satu hal penting yang dapat kita pelajari dari kuliah ini adalah fakta bahwa sebagai manusia biasa Einstein pernah hampir putus-asa karena sulitnya problem relativitas. Namun kombinasi antara ketekunan, kerja keras, kejeniusan, hubungan baik dengan sesama ilmuwan, serta keberuntungan yang ia miliki, merupakan faktor yang akhirnya menentukan keberhasilan Einstein melahirkan kedua teori relativitas tersebut. Hal ini tentu saja patut menjadi renungan bagi para ilmuwan di republik ini.  Berikut adalah terjemahan pidato Einstein tersebut.  Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menceritakan secara lengkap bagaimana saya mendapatkan teori relativitas. Hal ini disebabkan oleh adanya beragam kompleksitas yang secara tidak langsung memotivasi pemikiran manusia. Saya pun tidak ingin menyampaikan secara rinci perkembangan pemikiran saya berdasarkan makalah-makalah ilmiah saya, namun saya akan secara sederhana menyampaikan pada anda esensi perkembangan pemikiran tersebut.  Pertamakali saya mendapatkan ide untuk membangun teori relativitas sekitar 17 tahun lalu (1905). Saya tidak dapat mengatakan secara eksak darimana ide semacam ini muncul, namun saya yakin ide ini berasal dari masalah optik pada benda-benda yang bergerak. Cahaya merambat dalam lautan ether dan bumi bergerak dalam ether yang sama. Oleh karena itu gerakan ether haruslah dapat diamati dari bumi. Namun saya tidak pernah menemukan satu bukti pengamatan aliran ether tersebut di dalam literatur fisika. Saya sangat terdorong untuk membuktikan aliran ether relatif terhadap bumi, dengan kata lain gerakan bumi di dalam ether. Pada saat itu saya sama sekali tidak meragukan eksistensi ether serta gerakkan ether tersebut. Sebenarnya saya mengharapkan kemungkinan pengamatan pada perbedaan antara kecepatan cahaya yang bergerak searah dengan gerakan bumi dan cahaya yang bergerak berlawanan (dengan bantuan pantulan cermin). Ide saya dapat direalisasi dengan menggunakan sepasang termokopel untuk mengukur perbedaan panas atau energi mereka. Ide ini mirip dengan eksperimen interferensi Albert Michelson, namun saat itu saya tidak begitu familiar dengan eksperimen Michelson. Saya berkenalan dengan hasil-nihil (null-result) eksperimen Michelson saat saya masih mahasiswa dan sejak saat itu saya sangat terobsesi dengan ide saya. Secara intuisi saya merasakan bahwa jika kita menerima hasil-nihil tersebut maka ia akan mengantarkan kita pada satu kesimpulan bahwa pandangan kita tentang bumi yang bergerak di dalam ether adalah salah. Ini adalah langkah pertama yang menarik saya ke arah teori relativitas khusus. Sejak saat itu saya mulai yakin bahwa jika bumi bergerak mengelilingi matahari maka gerakannya tidak pernah dapat dideteksi dengan eksperimen yang menggunakan cahaya.  Pada tahun 1895 saya membaca makalah Hendrik Lorentz yang mengklaim bahwa ia dapat memecahkan problem elektrodinamika seutuhnya melalui pendekatan pertama, yaitu suatu pendekatan dimana pangkat dua atau lebih dari rasio antara kecepatan benda dan kecepatan cahaya diabaikan. Setelah itu saya mencoba mengembangkan argumen Lorentz pada hasil eksperimen Armand Fizeau dengan mengasumsikan bahwa persamaan gerak elektron, sebagaimana telah dibuktikan Lorentz, berlaku dalam sistem koordinat baik yang mengacu pada benda bergerak maupun pada vakuum. Saya yakin dengan keabsahan elektrodinamika yang disusun oleh Maxwell dan Lorentz dan saya sangat yakin bahwa mereka dengan tepat menjelaskan fenomena alam yang sebenarnya. Lebih-lebih pada fakta bahwa persamaan yang sama berlaku dalam sistem koordinat bergerak serta sistem vakuum, jelas memperlihatkan sifat invarian (tidak berubah) cahaya. Walau demikian, kesimpulan ini bertentangan dengan hukum komposisi kecepatan yang dianut saat itu. Mengapa kedua hukum dasar ini bertentangan satu sama lain? Masalah besar ini membuat saya berfikir keras. Saya harus menghabiskan setahun penuh dengan sia-sia dalam mengeksplorasi kesempatan memodifikasi teori Lorentz. Masalah ini terlihat terlalu berat untuk saya!  Suatu hari, sebuah percakapan dengan teman saya di Bern membantu saya memecahkan masalah besar ini. Saya mengunjunginya pada hari yang cerah dan bertanya padanya: “Saat ini saya sedang dihadapkan pada masalah besar yang saya kira tidak pernah dapat diselesaikan. Sekarang saya ingin membagi masalah ini dengan anda.” Saya menghabiskan pelbagai diskusi dengannya. Tiba-tiba saya mendapatkan ide yang sangat penting. Esoknya saya katakan kepadanya : “Terimakasih banyak. Saya telah memecahkan seluruh masalah saya.”  Ide utama saya untuk pemecahan masalah ini berkenaan dengan konsep waktu. Waktu tidak boleh didefinisikan a priori sebagai suatu realitas absolut. Waktu haruslah bergantung pada kecepatan sinyal. Masalah besar ini dapat diselesaikan dengan konsep baru tentang waktu.  Hanya dalam lima minggu saya dapat menyelesaikan prinsip relativitas khusus setelah penemuan tersebut. Saya juga tidak memiliki keraguan akan keabsahan prinsip ini dari sisi filosopis. Lagipula prinsip ini sesuai dengan prinsip Mach, paling tidak sebagian jika dibandingkan dengan kesuksesan teori relativitas umum. Inilah cara saya membangun teori relativitas khusus.  Langkah pertama menuju teori relativitas umum muncul dua tahun kemudian (1907) dengan cara yang berbeda.  Saya tidak terlalu puas dengan teori relativitas khusus karena prinsip relativitas hanya terbatas pada gerak relatif dengan kecepatan konstan namun tidak dapat diaplikasikan pada gerak secara umum. Pada tahun 1907 saya diminta oleh Johannes Stark untuk menulis ulasan tentang pelbagai hasil eksperimen dari teori relativitas khusus dalam laporan tahunannya Jahrbuch der Radioaktivitaet und Elektronik. Ketika diminta untuk menulis artikel ini saya sadar bahwa teori relativitas khusus dapat diterapkan pada semua fenomena alam kecuali gravitasi. Saya benar-benar ingin mencari jalan untuk menerapkan teori ini pada kasus gravitasi. Namun saya tidak dapat menyelesaikan hal ini dengan mudah. Satu hal yang membuat saya frustrasi adalah fakta bahwa meski teori relativitas khusus memberikan relasi yang sempurna antara kelembaman dan energi, sementara relasi antara kelembaman dan berat (inersia dan sistem gravitasi) tidak tersentuh sama sekali. Saya curiga bahwa masalah ini berada jauh di luar cakupan teori relativitas khusus.  Suatu hari saya sedang duduk di atas sebuah kursi di Kantor Paten Swiss di Bern. Inilah saatnya sebuah ide cemerlang melintas di benak saya. “Seseorang yang jatuh bebas tidak akan mengetahui berat badannya.” Ide sederhana ini memberi saya pemikiran yang mendalam. Emosi liar yang melanda saya saat itu mendorong saya ke arah teori gravitasi. Saya kembali berfikir, “Seseorang yang jatuh bebas memiliki percepatan.” Pengamatan yang dilakukan oleh orang ini sebenarnya dilakukan pada sistem yang dipercepat. Saya memutuskan untuk memperluas prinsip relativitas dengan memasukkan percepatan. Saya juga berharap, dengan menggeneralisasi teori ini saya akan sekaligus memecahkan masalah gravitasi. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa orang yang jatuh bebas tidak merasakan berat badannya akibat adanya medan gravitasi lain yang menghilangkan medan gravitasi bumi. Dengan kata lain, setiap benda yang dipercepat membutuhkan medan gravitasi baru.  Meski demikian saya tidak dapat memecahkan masalah ini secara utuh. Delapan tahun saya habiskan untuk menurunkan relasi yang nyata. Sebelum itu, saya hanya mendapatkan potongan-potongan dasar teori tersebut.  Ernst Mach juga mengklaim prinsip ekivalensi antar sistem-sistem yang dipercepat. Namun jelas hal ini tidak cocok dengan geometri biasa. Hal ini disebabkan karena jika sistem-sitem semacam ini diizinkan, maka geometri Euclidean tidak berlaku di setiap sistem. Menjelaskan hukum fisika tanpa geometri sama saja dengan menjelaskan suatu pemikiran tanpa kata-kata. Kita harus mempersiapkan kata-kata tersebut sebelum kita dapat menjelaskan pemikiran kita. Jadi, apa yang harus saya letakkan sebagai landasan teori saya?  Masalah ini tetap tak terselesaikan hingga tahun 1912. Pada tahun itu saya menyadari bahwa teori permukaan Karl Friedrich Gauss dapat menjadi dasar yang baik untuk memecahkan misteri di atas. Bagi saya, koordinat permukaan Gauss merupakan peralatan yang sangat penting. Namun saya tidak mengetahui bahwa George Riemann sebelumnya telah mengembangkan dasar-dasar geometri yang sangat mendalam. Saya hanya ingat teori Gauss yang saya dapat dalam kuliah dari seorang dosen matematika bernama Carl Friedrich Geiser ketika saya masih mahasiswa. Jadi saya semakin yakin bahwa sifat-sifat dasar dari geometri haruslah memiliki arti fisis.  Sekembalinya saya ke Zurich dari Praha saya menemui teman dekat saya, seorang ahli matematika, Marcel Grossmann. Ia membantu saya mencarikan referensi-referensi matematika yang agak asing bagi saya ketika saya masih di kantor paten Swiss di Bern. Inilah untuk pertamakali saya belajar darinya hasil karya Curbastro Ricci serta makalah-makalah Riemann. Saya tanyakan kepadanya apakah masalah saya dapat diselesaikan dengan teori Riemann, yaitu apakah invarian dari elemen garis cukup untuk menentukan seluruh koefisien yang saya cari. Selanjutnya, saya berkolaborasi dengannya dalam menulis sebuah makalah pada tahun 1913, meski persamaan gravitasi yang sesungguhnya belum dapat diturunkan saat itu. Penyelidikan lebih lanjut dengan menggunakan teori Riemann, sayangnya, menghasilkan banyak kesimpulan yang bertentangan dengan harapan saya.  Dua tahun berikutnya berlalu saat saya masih memutar otak untuk memecahkan masalah ini. Pada akhirnya saya menemukan satu kesalahan pada perhitungan saya sebelumnya. Saya kembali mencoba menurunkan persamaan gravitasi yang benar berdasarkan teori invarian. Setelah dua minggu bekerja, jawaban akhir muncul di depan saya.  Setelah tahun 1915 saya mulai mengerjakan problem kosmologi. Riset yang saya lakukan menyangkut geometri dan waktu jagad raya. Riset ini didasarkan pada pembahasan syarat batas teori relativitas umum dan argumen kelembaman Mach. Meski saya tidak mengetahui sejauh mana dampak ide Mach pada substansi relativitas umum dari kelembaman, saya yakin bahwa pemikiran besar ini merupakan filosopi dasar saya.  Mula-mula saya mencoba membuat syarat batas persamaan gravitasi menjadi invarian. Belakangan saya bahkan dapat menghilangkan batasan ini dengan asumsi bahwa jagad raya bersifat tertutup. Dengan demikian saya berhasil memecahkan masalah kosmologi. Sebagai hasilnya diperoleh bahwa kelembaman muncul sebagai satu sifat relatif di antara materi dan haruslah lenyap jika tidak ada benda lain yang berinteraksi dengannya. Saya yakin jika sifat penting ini membuat teori relativitas umum memuaskan kita bahkan dalam pandangan epistemologi sekalipun.  Dengan ini saya ingin mengakhiri cerita singkat saya tentang bagaimana saya membangun teori relativitas. Terimakasih banyak.

Ilmu Pengetahuan Menumbangkan Darwinisme




Meskipun doktrin ini berasal dari zaman Yunani kuno, teori evolusi dikembangkan secara luas pada abad ke-19. Perkembangan terpenting yang menjadikan teori ini menjadi topik terbesar dalam dunia sains adalah buku karya Charles Darwin yang berjudul The Origin of Species, yang diterbitkan pada tahun 1859. Dalam buku ini, Darwin menolak bahwa berbagai spesies yang hidup di bumi, masing-masing diciptakan oleh Tuhan. Menurut Darwin, semua makhluk hidup me­mi­liki nenek moyang yang sama dan makh­luk-makhluk tersebut kemudian men­jadi beraneka ragam dengan berjalannya waktu melalui perubahan-perubahan kecil.
Teori Darwin tidak berdasarkan pada pembuktian ilmiah yang kongkret; sebagai­mana yang diakuinya sendiri, tetapi hanya berupa “asumsi”. Tambahan pula, sebagai­mana pengakuan Darwin dalam bab panjang dari bukunya yang berudul Difficulties of the Theory, teori tersebut tidak mampu meng­hadapi berbagai pertanyaan penting.
Darwin menumpukan semua harapannya pada penemuan-penemuan ilmiah baru, yang ia harapkan dapat memberikan pemecahan atas Difficulties of the Theory. Namun, ber­lawanan dengan harapannya, pembuktian ilmiah justru semakin memperluas dimensi dari kesulitan-kesulitan ini.
Kekalahan Darwinisme atas ilmu penge­tahuan dapat disimpulkan menjadi tiga topik dasar:
1) Teori tersebut sama sekali tidak men­je­las­kan tentang bagaimana asal mula kehidup­an di bumi.
2) Tidak ada pembuktian ilmiah yang me­nunjukkan bahwa “mekanisme evolusi­oner” yang diajukan dalam teori tersebut memiliki kekuatan untuk berkembang.
3) Apa yang dikemukakan dalam teori evolusi tersebut sama sekali bertolak belakang dengan Catatan fosil.

Sabtu, 09 April 2011

Mengubah Polusi Panas Menjadi Energi Listrik




Peneliti dari Northwestern University telah menemukan suatu material yang dapat memanfaatkan polusi panas yang dihasilkan dari mesin kalor untuk menghasilkan listrik. Para peneliti tersebut menempatkan nanokristal garam batu (stronsium tellurida, SrTe) ke dalam timbal tellurida (PbTe). Material ini telah terbukti dapat mengkonversi kalor yang dihasilkan sistem pembuangan kendaraan (knalpot), mesin-mesin dan alat-alat industri yang menghasilkan kalor, hingga cahaya matahari dengan efisiensi yang jauh lebih tinggi dibanding penemuan-penemuan serupa sebelumnya.

Paduan material ini menunjukkan karakteristik termoelektrik yang cukup tinggi dan dapat mengubah 14% dari polusi kalor menjadi listrik, tanpa perlu sistem turbin maupun generator. Kimiawan, fisikawan, dan ilmuwan material dari Northwestern University berkolaborasi untuk mengembangkan material dengan kemampuan luar biasa ini. Hasil studi mereka telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Chemistry.

“Hal ini telah diketahui selama 100 tahun belakangan, bahwa semikonduktor memiliki karakteristik dapat mengubah panas menjadi listrik secara langsung,” jelas Mercouri Kanatzidis, seorang Professor Kimia di The Weinberg College of Arts and Sciences. “Untuk membuat proses ini menjadi suatu proses yang efisien, yang dibutuhkan hanyalah material yang tepat. Dan kami telah menemukan resep atau sistem untuk membuat material dengan karakter tersebut.”

Mercouri Kanatzidis, co-author dari studi ini bersama dengan tim risetnya mendispersikan nanokristal garam batu stronsium tellurida, SrTe ke dalam material timbal (II) tellurida, PbTe. Percobaan sebelumnya pada penyertaan material berskala nano ke dalam material bulk telah meningkatkan efisiensi konversi kalor menjadi energi listrik dari material timbal (II) tellurida. Tetapi penyertaan material nano ke dalamnya juga meningkatkan jumlah penyebaran elektron, sehingga secara keseluruhan konduktivitas material ini berkurang. Pada studi ini, tim riset dari Northwestern menawarkan suatu model penggunaan material nano pada timbal (II) tellurida untuk menekan penyebaran elektron dan meningkatkan persentase konversi kalor menjadi energi listrik dari material ini.

“Kami dapat menggunakan material ini dengan menghubungkannya dengan peralatan yang cukup murah dengan beberapa kabel listrik dan dapat langsung digunakan, misalnya untuk menyalakan bola lampu,” terang Vinayak Dravid, Professor Ilmu Material dan Teknik di Northwestern’s McCormick School of Engineering and Applied Science dan juga merupakan co-author dari publikasi ilmiah ini. “Perangkat ini dapat membuat bola lampu menjadi lebih efisien dengan memanfaatkan polusi kalor yang dihasilkan dan mengubahnya menjadi energi yang lebih berguna seperti energi listrik, dengan persentase konversinya sekitar 10 hingga 15 persen.

Industri otomotif, kimia, batu bata, kaca, maupun jenis industri lainnya yang banyak membuang panas dalam proses produksinya dapat membuat sistem produksinya lebih efisien dengan menggunakan terobosan ilmiah ini dan dapat menuai keuntungan lebih, kata Kanatzidis yang juga mengadakan perjanjian kerjasama dengan Argonne National Laboratory.

“Krisis energi dan lingkungan adalah dua alasan utama ditemukannya terobosan ilmiah ini, tetapi ini tentu hanyalah permulaan,” kata Dravid. “Tipe struktur material seperti ini dapat saja menimbulkan dampak lain bagi komunitas sains yang tidak kami duga sebelumnya, mungkin saja di bidang mekanik seperti untuk menguatkan dan meningkatkan kinerja sistem mesin. Saya berharap, bidang lainnya dapat mengaplikasikan terobosan ilmiah ini dan menggunakannya untuk kebaikan.”


Oleh : http://www.chem-is-try.org/author/abighifari/

Potensi Kompleks Kobalt – Piridin-2,6-Dikarboksilat Sebagai Agen Antikanker Baru

Kanker adalah salah satu jenis penyakit tumor ganas (benignant tumour). Penyakit ini timbul akibat terjadinya mutasi pada biosintesis sel, yaitu kesalahan urutan DNA karena terpotong, tersubtitusi atau adanya pengaturan kembali, mengakibatkan pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali (Johann dan Barton, 1996 ; Mudasir, 2009). Sel-sel kanker akan terus membelah diri, terlepas dari pengendalian pertumbuhan dan tidak lagi menuruti hukum-hukum pembiakan. Bila pertumbuhan tidak segera dihentikan dan diobati maka sel kanker akan berkembang terus. Sel kanker akan tumbuh menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive), lalu membuat anak sebar (metastasis) ke tempat yang lebih jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Selanjutnya akan tumbuh kanker baru ditempat lain sampai akhirnya menyebabkan kematian penderitanya.

Penyakit kanker merupakan penyakit penyebab kematian terbesar kedua setelah penyakit jantung. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa, jumlah penderita kanker bertambah menjadi 6.25 juta orang setiap tahun dan diperkirakan sepuluh tahun mendatang 9 juta orang akan meninggal akibat penyakit ini setiap tahunnya (Yayasan Kanker Indonesia, 2006). Sementara di Indonesia penyakit kanker adalah penyebab kematian nomor tujuh setelah stroke, tuberkulosis, hipertensi, cidera, perinatal, dan diabetes militus. Penderita kanker mencapai 6 % dari 200 juta lebih penduduk Indonesia, saat ini diperkirakan dari 100.000 penduduk Indonesia, terdapat 100 penderita baru penyakit kanker setiap tahun (Aditama, 2009). Pola frekuensi relatif jenis kanker yang sering didapati di Indonesia secara berurutan adalah kanker leher rahim (serviks), hati, payudara, paru-paru, kulit, nasofaring, limfoma, leukimia dan kolon (Reksodiputro, 1991).

Pengobatan penyakit kanker telah dilakukan secara intensif. Kemoterapi dengan menggunakan obat-obatan antikanker seperti flourasil, metotreksat dan cisplatin telah dilakukan, namun timbulnya mekanisme multidrug resistance (MDR) akan mengurangi daya kerja obat-obatan ini. Radiotherapy dengan metode penyinaran juga telah banyak dimanfaatkan tetapi kurang efektif, memerlukan biaya yang mahal, terlalu toksik, serta menunjukkan efek samping yang serius. Penelitian tentang penyakit kanker dan cara pengobatannya terus dikembangkan, diantaranya adalah kehadiran senyawa kompleks logam yang diharapkan menjadi obat anti kanker baru yang lebih baik, efektif dan efisien.

Peran senyawa kompleks logam yang diterapkan dalam bidang kedokteran menjadi topik-topik hangat dalam kimia bioanorganik (Szacilowski, et al., 2005 ; Mudasir, 2006). Salah satu topik menarik dan terus berkembang adalah adalah interaksi molekul kecil termasuk didalamnya kompleks logam dengan DNA. Topik ini menarik karena umumnya molekul-molekul kecil yang dapat berinteraksi dengan DNA adalah senyawa-senyawa yang menunjukkan aktivitas obat (terapetik), terutama dalam bidang chemotherapy dan therapy fotodinamik kanker atau senyawa-senyawa yang bersifat racun bagi tubuh (Mudasir, 2006). Oleh karena itu, dengan memahami perilaku dan sifat-sifat interaksi senyawa kompleks logam dengan DNA diharapkan dapat membantu memahami mekanisme kerja obat-obat dan mekanisme toksisitas kompleks logam pada tingkat molekular.

Kompleks logam dengan asam pikolinat merupakan produk degradasi dari tryptophan (Barandika et al., 1999). Studi kompleks pikolinat menunjukkan aktivitas biologi, dapat menginduksi sel murine leukemia HL-60 (Heren et al., 2006), dapat menghambat pertumbuhan mycobacterium ovium complex (Shimizu et al., 2006), dan beberapa laporan kompleks logam-pikolinat menunjukkan pengaruh dalam menghambat pertumbuhan sel-sel kanker. Seperti yang telah dilaporkan oleh Van Rijt, (2008), kompleks osmium(II) pikolinat memberikan pengaruh yang sama dalam menghambat sel-sel kanker seperti cisplatin yang selama ini dikenal sebagai obat chemotherapy kanker. Kompleks kobalt-aspirin seperti yang telah dilaporkan oleh Ingo (2009), juga memberikan pengaruh dalam menghambat sel-sel tumor. Kompleks kobalt-organologam seperti pada [Co2(CO)6] yang selama ini dikenal sebagai antitumor, potensi antitumornya lebih meningkat ketika dipadukan dengan aspirin (asam asetil salisilat). Aspirin adalah golongan nonsteroidal antirheumatics (NSARs) yang telah lama dikenal dikenal dalam bidang farmakologi sebagai antiradang dan penghilang rasa sakit. Efek NSARs diduga melibatkan gugus karboksilat yang melakukan penghambatan enzim cyclooxygenase (Ingo, 2009). Gugus karboksilat ini dijumpai juga pada asam pikolinat (2-piridin karboksilat) maupun dipikolinat (piridin-2,6-dikarboksilat) yang terikat pada cincin piridinnya.

Dengan penambahan satu gugus karboksilat pada cincin piridin ligan pikolinat dan terbentuk struktur dipikolinat (piridin-2,6-dikarboksilat), diharapkan kompleks logam yang dihasilkan memiliki interaksi yang lebih besar dalam menghambat sel-sel anti kanker dan menunjukkan peningkatan bioaktivitas lainnya (Martak, 2008). Kompleks logam dipikolinat seperti yang telah dilaporkan oleh Yang et al., (2002) memberikan pengaruh dalam mereduksi hyperlipidemia pada diabetes. Demikian juga laporan Colak et al., (2009) yang menunjukkan kompleks logam dipikolinat berpengaruh sebagai inhibitor pertumbuhan bakteri.



Oleh :

Jumat, 08 April 2011

MENGAPA TEORI EVOLUSI TIDAK ABSAH SECARA ILMIAH?


 Teori evolusi menyatakan bahwa makhluk hidup di muka bumi tercipta sebagai akibat dari peristiwa kebetulan dan muncul dengan sendirinya dari kondisi alamiah. Teori ini bukanlah hukum ilmiah maupun fakta yang sudah terbukti. Di balik topeng ilmiahnya, teori ini adalah pandangan hidup materialis yang dijejalkan ke dalam masyarakat oleh kaum Darwinis. Dasar-dasar teori ini – yang telah digugurkan oleh bukti-bukti ilmiah di segala bidang – adalah cara-cara mempengaruhi dan propaganda, yang terdiri atas tipuan, kepalsuan, kontradiksi, kecurangan, dan ilusi permainan sulap.
Teori evolusi diajukan sebagai hipotesa rekaan di tengah konteks pemahaman ilmiah abad kesembilan belas yang masih terbelakang, yang hingga hari ini belum pernah didukung oleh percobaan atau penemuan ilmiah apa pun. Sebaliknya, semua metode yang bertujuan membuktikan keabsahan teori ini justru berakhir dengan pembuktian ketidakabsahannya.
Namun, bahkan sekarang, masih banyak orang beranggapan bahwa evolusi adalah fakta yang sudah terbukti kebenarannya – layaknya gaya tarik bumi atau hukum benda terapung. Sebab, seperti telah dinyatakan di muka, teori evolusi sesungguhnya sangatlah berbeda dari yang diterima masyarakat selama ini. Oleh sebab itu, pada umumnya orang tidak tahu betapa buruknya landasan berpijak teori ini; betapa teori ini sudah digagalkan oleh bukti ilmiah pada setiap langkahnya; dan betapa para evolusionis terus berupaya menghidupkan teori evolusi, walaupun teori ini sudah “menghadapi ajalnya”. Para evolusionis hanya mengandalkan hipotesa yang tak terbukti, pengamatan yang penuh prasangka dan tak sesuai kenyataan, gambar-gambar khayal, cara-cara yang mampu mempengaruhi kejiwaan, dusta yang tak terhitung jumlahnya, serta teknik-teknik sulap.
Kini, berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti paleontologi (cabang geologi yang mengkaji kehidupan pra-sejarah melalui fosil – penerj.), genetika, biokimia dan biologi molekuler telah membuktikan bahwa tak mungkin makhluk hidup tercipta akibat kebetulan atau muncul dengan sendirinya dari kondisi alamiah. Sel hidup, demikian dunia ilmiah sepakat, adalah struktur paling kompleks yang pernah ditemukan manusia. Ilmu pengetahuan modern mengungkapkan bahwa satu sel hidup saja memiliki struktur dan berbagai sistem rumit dan saling terkait, yang jauh lebih kompleks daripada sebuah kota besar. Struktur kompleks seperti ini hanya dapat berfungsi apabila masing-masing bagian penyusunnya muncul secara bersamaan dan dalam keadaan sudah berfungsi sepenuhnya. Jika tidak, struktur tersebut tidak akan berguna, dan semakin lama akan rusak dan musnah. Tak mungkin semua bagian penyusun sel itu berkembang secara kebetulan dalam jutaan tahun, seperti pernyataan teori evolusi. Oleh sebab itulah, rancangan yang begitu kompleks dari sebuah sel saja, sudah jelas-jelas menunjukkan bahwa Tuhan-lah yang menciptakan makhluk hidup. (Keterangan lebih rinci dapat dibaca dalam buku Harun Yahya, Miracle in the Cell).
Akan tetapi, para pembela filsafat materialis tidak bersedia menerima fakta penciptaan karena beragam alasan ideologis. Hal ini disebabkan kemunculan dan perkembangan masyarakat yang hidup dengan berpedomankan akhlak mulia yang diajarkan agama yang sejati kepada ummat manusia melalui perintah dan larangan Tuhan bukanlah menjadi harapan kaum materialis ini. Masyarakat yang tumbuh tanpa nilai moral dan spiritual lebih disukai kalangan ini, sebab mereka dapat memanipulasi masyarakat yang demikian demi keuntungan duniawi mereka sendiri. Itulah sebabnya, kaum materialis mencoba terus memaksakan teori evolusi – yang berisi dusta bahwa manusia tidak diciptakan, tetapi muncul atas faktor kebetulan dan berevolusi dari jenis binatang – serta, dengan segala cara, berupaya mempertahankan teori evolusi agar tetap hidup. Kaum materialis meninggalkan akal sehat dan nalar, serta mempertahankan omong-kosong ini di setiap kesempatan, walaupun bukti ilmiah dengan jelas telah menghancurkan teori evolusi dan menegaskan fakta penciptaan.
Sebenarnya telah dibuktikan bahwa adalah mustahil apabila sel hidup yang pertama – atau bahkan satu saja dari berjuta-juta molekul protein dalam sel itu – dapat muncul atas faktor kebetulan. Ini bukan saja ditunjukkan melalui berbagai percobaan dan pengamatan, melainkan juga melalui perhitungan probabilitas secara matematis. Dengan kata lain, evolusi gugur di langkah pertama: yaitu dalam menjelaskan kemunculan sel hidup yang pertama.
Sel, satuan terkecil makhluk hidup, tidak mungkin muncul secara kebetulan dalam kondisi primitif tanpa kendali di saat Bumi masih muda – seperti yang dipaksakan kaum evolusionis kepada kita agar percaya. Jangankan dalam kondisi demikian, dalam laboratorium tercanggih di abad ini sekali pun, hal itu mustahil terjadi. Asam-asam amino, yaitu satuan pembentuk berbagai protein penyusun sel hidup, tak mampu dengan sendirinya membentuk organel-organel di dalam sel seperti mitokondria, ribosom, membran sel, ataupun retikulum endoplasma – apalagi membentuk sebuah sel yang utuh. Oleh sebab itu, pernyataan bahwa sel pertama terbentuk secara kebetulan melalui proses evolusi, hanyalah hasil rekaan yang sepenuhnya didasarkan pada daya khayal.
Sel hidup, yang sampai kini masih mengandung banyak rahasia, adalah satu di antara sekian banyak kesulitan utama yang dihadapi teori evolusi.
Dilema mengkhawatirkan lainnya (dari sudut pandang evolusionis) adalah molekul DNA yang terdapat di dalam inti sel hidup, sebuah sistem kode yang terdiri dari 3,5 miliar satuan berisi semua rincian makhluk hidup. DNA pertama kali ditemukan melalui kristalografi sinar-X pada akhir tahun 1940-an dan awal 1950-an, dan merupakan sebuah molekul raksasa dengan rancangan yang luar biasa. Selama bertahun-tahun, Francis Crick, pemenang hadiah Nobel, meyakini teori evolusi molekuler. Namun pada akhirnya, ia sendiri pun harus mengakui bahwa molekul yang begitu rumit tak mungkin muncul dengan sendirinya secara tiba-tiba karena kebetulan, sebagai hasil dari sebuah proses evolusi:

Seseorang yang jujur, dengan pemahaman keilmuan yang ada sekarang, saat ini hanya dapat menyatakan bahwa asal mula kehidupan nampak bagaikan sebuah keajaiban.1

Evolusionis berkebangsaan Turki, Profesor Ali Demirsoy, terpaksa memberikan pengakuan sebagai berikut:

Sebenarnya, kemungkinan terbentuknya sebuah protein dan asam nukleat (DNA-RNA) adalah di luar batas perhitungan. Lebih jauh lagi, peluang munculnya suatu rantai protein adalah sedemikian kecilnya sehingga bisa disebut astronomis (tidak mungkin). 2

Homer Jacobson, Profesor Emeritus di bidang Ilmu Kimia, menyatakan pengakuan tentang kemustahilan munculnya kehidupan akibat faktor kebetulan, sebagai berikut:

Petunjuk untuk reproduksi rencana, untuk energi dan untuk pengambilan bagian-bagian dari lingkungan sekitar, untuk urutan pertumbuhan, dan untuk mekanisme efektor yang menerjemahkan instruksi menjadi pertumbuhan – semua itu harus ada secara serentak pada saat tersebut [saat awal munculnya kehidupan]. Kemungkinan kombinasi semua peristiwa itu secara kebetulan tampaknya sungguh luar biasa kecil … 3

Catatan fosil pun menyajikan fakta lain, yang menjadi kekalahan telak bagi teori evolusi. Dari seluruh fosil yang telah ditemukan selama ini, tidak ada satu pun bentuk antara (bentuk peralihan) yang ditemukan, yang seharusnya ada jika makhluk hidup berevolusi tahap demi tahap dari spesies yang sederhana menjadi spesies yang lebih kompleks, seperti yang dinyatakan oleh teori evolusi. Jika makhluk seperti itu ada, seharusnya jumlahnya banyak sekali, berjuta-juta, bahkan bermiliar-miliar. Lebih dari itu, sisa dan kerangka makhluk semacam itu haruslah ada dalam catatan fosil. Kalau bentuk-bentuk antara ini benar-benar ada, jumlahnya akan melebihi jumlah spesies binatang yang kita kenal di masa kini. Seluruh dunia akan penuh dengan fosil makhluk tersebut. Para evolusionis mencari bentuk-bentuk antara ini di semua penelitian fosil yang menggebu-gebu, yang telah dilangsungkan sejak abad kesembilan belas. Akan tetapi, sama sekali tidak ditemukan jejak-jejak makhluk perantara ini, meskipun pencarian telah dilakukan dengan penuh semangat selama 150 tahun.
Singkat kata, catatan fosil menunjukkan bahwa makhluk hidup muncul secara tiba-tiba dan dalam wujud sempurna, bukan melalui sebuah proses dari bentuk primitif menuju tahap yang lebih maju, seperti yang dinyatakan teori evolusi.
Kaum evolusionis telah berusaha keras untuk membuktikan kebenaran teori mereka. Namun nyatanya, dengan tangannya sendiri, mereka justru telah membuktikan bahwa proses evolusi adalah mustahil. Kesimpulannya, ilmu pengetahuan modern mengungkapkan fakta yang tak mungkin disangkal berikut ini: Kemunculan makhluk hidup bukanlah akibat faktor kebetulan yang buta, melainkan hasil ciptaan Tuhan.